megaswaranews.com, Sukabumi — Sektor budidaya perikanan di Indonesia hari ini mencatat tonggak sejarah baru dengan digelarnya panen ikan nila raya berbasis teknologi digital. Pemanfaatan alat microbubble aerator (Microfish) terhubung dengan Internet of Things (IoT) terbukti mampu meningkatkan produksi budidaya secara signifikan.
Menteri Komunikasi dan Digital (Komdigi), Meutya Hafid, saat menghadiri panen raya di Desa Cimihi, Kecamatan Cicantayan, Kabupaten Sukabumi, menyatakan bahwa inisiatif ini merupakan wujud nyata transformasi digital di sektor prioritas seperti ketahanan pangan. Rabu (15/10/2025).
“Kita sudah mulai dari bulan Mei untuk mencoba digitalisasi di perikanan, khususnya bagaimana meningkatkan produksi dengan menggunakan startup dan juga didukung dengan kecerdasan artifisial,” katanya kepada awak media.
Menurutnya, bahwa teknologi ini memungkinkan para pembudi daya ikan memantau kolam dan kadar oksigen dari jarak jauh (remote monitoring) melalui perangkat IoP yang disalurkan pemerintah.
“Tadi disampaikan bahwa kadar oksigennya naik. Dengan alat yang dibantu oleh publik, alat tertulis yang terhubung dengan IoP yang diberikan oleh publik, ikannya jadi lebih lahap makan karena nyaman, dan akhirnya ukuran ikan lebih banyak. Produksinya bisa lebih sering, panennya lebih sering dengan jumlah per panennya lebih banyak,” jelasnya.
Menteri Meutya menekankan pentingnya use case di lapangan sebagai tolok ukur keberhasilan transformasi digital. “Tidak bermanfaat transformasi digital kalau tidak sampai digunakan di tingkat lapangan, terutama sektor-sektor krusial seperti ketahanan pangan, dan dalam hal ini juga di bidang perikanan, khususnya ikan nila.”ujarnya.
Ia juga menambahkan bahwa kolaborasi dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), startup, dan alat-alat IoT yang digunakan, termasuk Microfish, merupakan inovasi lokal yang dikembangkan oleh anak bangsa.
Sementara itu, Abdullah Agus Salim, petani budidaya ikan Nila Sukabumi dengan total 20 anggota, mengakui perubahan drastis setelah menggunakan teknologi Microfish.
“Alhamdulillah pada kesempatan kali ini kita dibantu oleh Komdigi mendapat bantuan alat microbubble. Alat ini membantu untuk kita berbudidaya karena kalau tanpa teknologi, kolam tanpa teknologi itu DO-nya (Dissolved Oxygen/Oksigen Terlarut) sangat kecil sampai 0. Apabila dibantu dengan teknologi, misalkan seperti Microbubble ini, sudah meningkatkan kadar DO sampai 2 ppm sampai 3 ppm dalam waktu satu malam,” ungkapnya.
Kebutuhan oksigen yang berkurang pada malam hari kini teratasi, membuat kelompoknya mengalami peningkatan produksi yang signifikan. Salim menyebutkan, sebelum menggunakan teknologi, kolam berukuran 1000 meter paling hanya menghasilkan 1-2 kuintal per siklus panen (sekitar 100 hari).
“Nah, ketika ditambahkan teknologi, itu bisa melipat sebetulnya sampai 1 ton dari 2 kuintal itu,” tegasnya. Ia bahkan menyebut peningkatan produksi bisa mencapai 500% lebih, di mana panen per satu siklus di kelompoknya kini mencapai kurang lebih 40 ton.
“Kesulitan mungkin secara budidaya. Aplikasinya mudah banget ya untuk Microfish ini. Kalau penggunanya luar biasa ya, karena meningkatkan kadar oksigen,” pungkas Salim.
Saat ini, hasil produksi budidaya ikan lokal juga mulai melakukan filleting ikan nila untuk disuplai ke dapur MBG sebagai upaya meningkatkan nilai jual dan mengatasi kelebihan hasil panen. (Rezky).