megaswaranews.com, Yogyakarta – Demi menjaga kelestarian Cagar Budaya Plengkung Nirbaya, Dinas Perhubungan DIY akan segera menerapkan Uji Coba Sistem Satu Arah (SSA) di kawasan tersebut mulai minggu kedua Maret 2025. Langkah ini diambil untuk mengurangi dampak negatif arus lalu lintas terhadap struktur bersejarah yang mengalami deformasi akibat pelapukan biologis dan aktivitas manusia.
Kebijakan ini merupakan hasil keputusan Forum Group Discussion (FGD) Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas Kawasan Alun-alun Kidul Yogyakarta bersama stakeholder terkait, termasuk BPBD DIY dan BASARNAS Yogyakarta. Arus lalu lintas nantinya hanya diperbolehkan bergerak dari utara (dalam beteng) menuju selatan (luar beteng).
Kepala Bidang Lalu Lintas Dinas Perhubungan DIY, Rizki Budi Utomo, menegaskan bahwa aturan ini akan diberlakukan selama satu bulan dengan pengawasan ketat, termasuk larangan bagi kendaraan besar seperti bus pariwisata memasuki area Plengkung Nirbaya.
“Sering kali kendaraan besar tetap nekat masuk meskipun sudah ada rambu larangan. Bahkan, kendaraan roda empat kerap terjebak karena harus berpapasan dengan pengendara roda dua yang menunggu lampu lalu lintas di dalam bangunan. Ini sangat berisiko menyebabkan dinding plengkung terserempet,” jelas Rizki.
Kajian Dinas Kebudayaan DIY pada 2018 menemukan bahwa Plengkung Nirbaya mengalami kerusakan serius, termasuk retakan yang mengancam keselamatan bangunan. Getaran dari kendaraan yang melintas menjadi salah satu penyebab utama kerusakan. Upaya perbaikan sudah dilakukan sejak 2019, namun dampak dari lalu lintas masih menjadi ancaman utama.
“Pagar pembatas sudah dipasang, tetapi sering dibobol oleh oknum yang tidak bertanggung jawab. Oleh karena itu, rekayasa lalu lintas menjadi solusi yang harus segera diterapkan,” tambahnya.
Akademisi UGM, Prof. Ir. Bakti Setiawan, M.A., Ph.D., dan Ir. Ikaputra, M.Eng., Ph.D., turut menyoroti peningkatan jumlah kunjungan dan perubahan fungsi ruang di kawasan Keraton. Hal ini meningkatkan tekanan terhadap daya tampung kawasan dan mengancam pelestarian cagar budaya.
“Diperlukan kajian lebih rinci serta masterplan yang komprehensif agar kawasan Keraton dapat ditata dengan sistematis, sesuai dengan nilai pelestarian yang ada,” ujar Ikaputra.
Ikaputra juga mengungkapkan bahwa Plengkung Nirbaya menghadapi ancaman serius akibat getaran kendaraan. Retakan pada lantai yang menyebabkan amblas hingga 10 cm serta kerusakan pada tepi lantai semakin memperburuk kondisi bangunan.
Konsep ‘traffic calming’ menjadi salah satu solusi yang diusulkan, yaitu dengan mengurangi intensitas lalu lintas serta mendorong penggunaan transportasi non-motor dan pedestrian. Upaya ini tidak hanya menjaga struktur bangunan, tetapi juga menurunkan emisi karbon dan meningkatkan kualitas lingkungan.
“Menata kembali peran masyarakat dalam pemanfaatan ruang di kawasan cagar budaya akan menjamin keberlanjutan serta manfaatnya bagi kesejahteraan masyarakat yang lebih luas,” lanjutnya.
Langkah awal yang akan diterapkan adalah pengaturan jumlah kunjungan guna menghindari kepadatan yang dapat merusak objek cagar budaya. Salah satu tindakan konkret adalah membatasi kendaraan yang masuk ke kawasan Keraton, terutama di akses Plengkung Nirbaya.
Dengan diterapkannya rekayasa lalu lintas ini, diharapkan Plengkung Nirbaya dapat terlindungi dari ancaman kerusakan lebih lanjut. Penataan kawasan secara sistematis menjadi kunci utama agar warisan budaya ini tetap lestari untuk generasi mendatang.
ike.