megaswaranews.com – Jakarta, 12 Juni 2025 Isu lingkungan akibat aktivitas tambang nikel di Raja Ampat, Papua Barat Daya, kini menjadi sorotan dunia. Tak hanya media nasional, VN Express dari Vietnam turut memberitakan dampaknya terhadap ekosistem dan pariwisata di kawasan yang dikenal sebagai salah satu surga bawah laut dunia.
Dalam laporan bertajuk “Ekstraksi nikel mengancam wisata di ekonomi terbesar di Asia Tenggara” yang tayang Selasa (10/6), VN Express menyoroti pencemaran akibat kegiatan tambang yang menimbulkan sedimentasi berat di laut, mengancam kejernihan air serta terumbu karang—yang menjadi habitat bagi lebih dari 75 persen spesies karang dunia.
Pariwisata Terdampak, Pendapatan Warga Terancam
Aktivitas tambang tersebut membawa dampak langsung terhadap sektor pariwisata yang menjadi tulang punggung ekonomi masyarakat setempat. Dari kegiatan menyelam, penginapan lokal (homestay), hingga jasa transportasi laut, semuanya terdampak oleh menurunnya kualitas lingkungan.
“Terumbu karang yang tertutup sedimen tidak hanya kehilangan fungsi ekologisnya, tapi juga mengurangi daya tarik wisata kawasan ini,” demikian peringatan para ahli lingkungan dalam laporan tersebut.
Kelompok adat, seperti suku Kawei, bersama komunitas pariwisata lokal telah menyuarakan penolakan terhadap tambang sejak lama. Mereka meminta penghentian total kegiatan tambang serta penegakan hukum lingkungan yang lebih kuat.
Empat Izin Tambang Dicabut Presiden
Menyikapi tekanan publik dan kondisi lingkungan yang kian mengkhawatirkan, Presiden Prabowo Subianto pada Selasa (10/6) resmi mencabut Izin Usaha Pertambangan (IUP) milik empat perusahaan nikel:
-
PT Anugerah Surya Pratama
-
PT Nurham
-
PT Melia Raymond Perkasa
-
PT Kawai Sejahtera Mining
Keempatnya dinilai melanggar ketentuan lingkungan yang berlaku di kawasan geopark Raja Ampat.
Keputusan ini diapresiasi berbagai pihak. Co-Founder Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Khairul Fahmi, menyebut langkah tersebut sebagai kebijakan yang tepat dan strategis. “Kawasan seperti Raja Ampat punya nilai strategis tinggi, secara ekologis dan geopolitik. Keamanan dan keberlanjutannya tak bisa dikompromikan,” ujarnya.
Ia juga mengapresiasi terbitnya Peraturan Presiden (Perpres) No. 5 Tahun 2025 tentang Penertiban Kawasan Hutan yang lebih dulu diteken sejak Januari, sebagai langkah preventif menghadapi ancaman lingkungan dan sosial.
Greenpeace: Belum Selesai, Harus Ada Restorasi
Organisasi lingkungan Greenpeace Indonesia turut menyambut baik keputusan pencabutan IUP tersebut. Kepala Kampanye Hutan Global Greenpeace, Kiki Taufik, menyebutnya sebagai kemenangan masyarakat sipil dan komunitas adat Papua yang telah lama berjuang.
Namun, ia menekankan bahwa pencabutan izin ini baru awal dari proses panjang. Greenpeace menuntut pencabutan total seluruh izin tambang—baik aktif maupun nonaktif—dan mendorong pemerintah melakukan restorasi menyeluruh atas ekosistem yang rusak.
“Pemerintah harus memastikan pemulihan total dan perlindungan permanen untuk Raja Ampat. Ini momentum penting yang tak boleh disia-siakan,” tegas Kiki.





















